Rudy saat itu berada di
puncak dunia, 6 gelarAll England sudah dibawanya pulang, berturut-turut setiap
tahun sejak 1968. Setiap pemain bulutangkis yang menghadapinya akan menampilkan
2 kemungkinan, kalah sebelum bertanding atau justru mendapat semangat berlipat
untuk mengalahkannya. Penampilannya yang elegan di dalam dan di luar lapangan
menjadikannya selebriti. Meskipun media saat itu belum 'seganas' media
sekarang, tetap saja tidak ada kehidupan pribadi Rudy yang tidak dikorek pers.
Dalam kondisi seperti
itu bisa dibayangkan hebohnya pers dan masyarakat ketika Rudy mencoba bermain
film. (Film pertama dan terakhir Rudy adalah garapan sutradara Wahyu Sihombing,
bersama Poppy Dharsono dan Farouk Affero,1971. Judulnya 'Matinya seorang Bidadari'
yang diplesetkan pers menjadi 'Matinya seorang Bintang', usai kekalahan Rudy
atas Svend Pri). Ajaibnya, film itu gagal di pasaran. (Bukti bahwa masyarakat
lebih menyukai Rudy sebagai pemain bulutangkis, bukan sebagai aktor).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar